Zakat Fitrah, Upaya Terlepas dari Jerat Gemerlap Dunia

Kisah
Tanggung Jawab Seorang Pemimpin Hari kedua dilantik menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz menyampaikan khutbah umum. Di ujung khutbahnya, beliau berkata “Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw. dan tiada kitab selepas al-Qur’ān. Aku bukan penentu hukum, malah aku pelaksana hukum Allah Swt. Aku bukan ahli bid’ah, malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik di kalangan kamu, aku hanya orang yang paling berat tanggungannya di kalangan kamu. Aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah Swt.” Beliau kemudian duduk dan menangis. “Alangkah besarnya ujian Allah Swt. kepadaku” sambung Umar Ibn Abdul Aziz.
Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur istri “Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?” Beliau mejawab “Wahai istriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya banyak, rezekinya sedikit. Aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan menuntutku di akhirat kelak dan aku takut aku tidak dapat menjawab hujjah-hujjah mereka karena aku tahu yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah saw.’’ Istrinya juga turut mengalir air mata. Umar Ibn Abdul Aziz mulai memerintah pada usia 36 tahun, memerintah dalam kurun waktu 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahan beliau sangat menakjubkan. Pada waktu inilah, dikatakan tiada satu pun umat Islam yang layak menerima zakat sehingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa ditawar-tawarkan kepada siapa saja yang membutuhkan.
Allah Swt. memerintahkan kita untuk rajin bekerja dan mencari nafkah agar kebutuhan hidup dapat terpenuhi. Rasulullah saw. sendiri menjadi teladan yang nyata. Beliau dikenal sebagai orang yang sangat rajin bekerja semenjak masih remaja. Beliau sangat mahir beternak, berdagang maupun bercocok tanam. Orang beriman akan menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk bekerja dan beribadah. Bekerja mencari rezeki merupakan kewajiban setiap muslim. Allah Swt. membenci seorang muslim yang hidup bermalasmalasan. Harta kita merupakan karunia Allah Swt. Kita tidak boleh mengatakan bahwa semua harta kita adalah hasil kerja keras kita sendiri. Dengan berkata seperti ini, berarti kita melupakan Allah Swt. Bukankah Allah Swt. Maha Pemberi rejeki bagi hamba-Nya? Kita harus ingat bahwa ada hak orang lain di dalam harta kita. Siapa mereka? Mereka disebut mustahik, yaitu orang-orang yang berhak menerima zakat. Zakat harus ditunaikan karena merupakan salah satu rukun Islam. Menunaikan zakat berarti kita telah melaksanakan kewajiban sebagai muslim. Menurut ajaran Islam, zakat merupakan salah satu ibadah yang berfungsi sosial. Apa maksudnya?. Zakat ini berfungsi meringankan beban hidup kaum dhu’afa. Dengan berzakat, kesenjangan sosial antara orang kaya dan miskin bisa dikurangi. Kesenjangan sosial yang terlalu tajam akan mengakibatkan munculnya kecemburuan dan konflik sosial. Sungguh, ini akan membahayakan tatanan kehidupan masyarakat.
Di sisi lain Allah Swt. juga memerintahkan agar kita tidak terbelenggu dengan harta dan gemerlap dunia. Allah Swt. selalu mengingatkan bahwa gemerlap dunia ini hanya sementara dan tidak seberapa bila dibanding dengan nikmat di akhirat yang abadi. Oleh karena itu, agama Islam memberikan pelajaran bahwa sebagian dari harta yang kita peroleh itu ada hak orang lain yang harus ditunaikan. Sebagian dari harta itu harus dikeluarkan sebagai zakat. Hal ini juga mengandung maksud agar seorang muslim tidak terlalu cinta dengan harta dan lupa akhirat. Namun, mereka dapat menggunakan harta yang dimiliki untuk kepentingan akhirat kelak. Harta kita akan menjadi bersih dan suci apabila sudah ditunaikan zakatnya. Dengan demikian, harta yang belum dikeluarkan zakatnya berarti masih kotor. Apa yang akan terjadi jika kita memakan harta kotor? Tentu akan menimbulkan berbagai macam penyakit. Orang beriman akan selalu menjaga kebersihan dan kesucian hartanya. Oleh karena itu, mereka menunaikan zakat dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. (Admin)
Share This Post To :
Kembali ke Atas
Artikel Lainnya :
- Cerita Bapak Nur Budi, di SMP N 1 Brangsong
- Memaknai Ramadhan 1443H
- Nasionalisme Bersama Olimpiade
- Tujuan dan Manfaat Website bagi Sekolah
Kembali ke Atas